Jumat, 09 November 2012

Pengarahan & Pengembangan Organisasi


MOTIVASI

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang
yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu
itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

A. Pentingnya Motivasi

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang
untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan

sebagai rencana atau keinginan untuk menuju kesuksesan dan menghindari
kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi adalah sebuah proses untuk
tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai motivasi berarti ia
telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan.

Lalu apa pentingnya motivasi dalam kehidupan? Tentu saja penting, motivasi
adalah merupakan suatu energi dalam diri manusia yang dapat mendorong
untuk melakukan aktivitas tertentu dengan tujuan tertentu, contohnya, tanpa
motivasi seorang siswa tidak akan membaca, belajar dan sekolah dan
akhirnya tentu saja tidak akan mencapai suatu keberhasilan dalam belajar. 
Begitupula dengan kehidupan sehari-hari, kita pasti memiliki motivasi untuk
melakukan banyak hal, mencapai cita-cita dan lainnya. Tanpa motivasi, kita
tidak akan bias melanjutkan hidup dengan baik, karena motivasi seperti jiwa
dalam cita-cita.\

Pentingnya motivasi dalam hidup berasal dari Sumber motivasi itu
sendiri , berikut sumber informasi :
a) Motivasi Internal yaitu motivasi dari dalam diri, dari perasaan dan pikiran
diri sendiri, tidak perlu adanya rangsangan dari luar. Orang yang memiliki
motivasi internal, akan memandang dirinya secara positif. Sebagai contoh,
seseorang yang melakukan aktivitas belajar secara terus menerus tanpa
adanya motivasi dari luar dirinya dan bila ditinjau dari segi tujuan
kegiatannya, orang tersebut ingin mencapai tujuan yang terkandung di dalam
perbuatan belajar itu sendiri, misal karena ingin mendapatkan pengetahuan,
bukan karena tujuan yang lain.
b) Motivasi eksternal yaitu motivasi dari luar atau mendapatkan rangsangan
dari luar. Sebagai contoh, motivasi seseorang timbul karena dari bacaan yang
memotivasi, lingkungan, atau dari kehidupan keseharian. Sehingga bila
ditinjau dari segi tujuannya orang tersebut tidak langsung terjun didalam apa
yang dilakukannya. Hal ini sangat diperlukan bagi orang yang tidak memiliki
motivasi internal.

Dari hal yang telah disebutkan di atas, maka motivasi tidak hanya timbul dari
dalam diri kita secara sendirinya tetapi dapat ditimbulkan oleh faktor luar atau
rangsangan luar. Dan motivasi yang terdapat dalam diri saya lebih kepada
motivasi eksternal. Motivasi tersebut timbul tidak dari diri saya tetapi
ditimbulkan oleh faktor luar seperti termotivasi untuk mendapatkan hasil atau

nilai yang baik, dari dukungan orang tua, dan meraih cita-cita yang diinginkan.
Namun tak selamanya motivasi eksternal itu timbul, sehingga kita perlu
menumbuhkan motivasi internal dalam diri kita.

Dan berikut tips untuk menumbuhkan motivasi secara internal :
1. Menciptakan Imbalan. Kalau kita melakukan sesuatu(A), misal belajar
maka akan mendapatkan hasil atau IPK yang tinggi. Dengan begitu diri kita
akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang berguna(A).
2. Ambil selalu langkah kecil. Terkadang untuk mendapatkan sesuatu yang
besar perlu langkah-langkah kecil.
3. Menciptakan Kesusahan. Hal ini merupakan kebalikan dari yang pertama.
misalnya kalau kita tidak melakukan sesuatu (B), misal belajar, maka kita
tidak akan mendapatkan IPK yang tinggi. Tentu kita akan termotivasi untuk
melakukan tindakan ini(B).
4. Susun Rencana beserta langkah-langkahnya. Dengan memiliki rencana,
kita seolah-olah punya alur dan plot menuju tujuan secara teratur. Secara
tidak langsung ini akan memotivasi dalam mencapai tujuan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan sesuatu
dorongan yang akan membuat kita selalu semangat dalam melakukan
kegiatan untuk mencapai suatu tujuan. Misal, seorang suami bekerja keras
mencari uang demi memberi makan keluarganya. Tanpa adanya motivasi,
cita-cita atau tujuan yang kita targetkan akan sulit terwujudkan karena
kurangnya semangat dalam mencapai tujuan tersebut. Dan dengan memiliki
motivasi yang kuat, kita akan akan memiliki apresiasi dan penghargaan yang
tinggi terhadap diri dan hidup ini, sehingga tidak ada keraguan dalam
mencapai tujuan atau cita-cita kita.

B. Pandangan Motivasi Dalam Organisasi

Motivasi seperti yang telah disebutkan diatas akan mempengaruhi,
mengarahkan, dan berkomunikasi dengan bawahannya yang selanjutnya
akan menentukan efektivitas manajer. Ada dua factor yang mempengaruhi
tingkat prestasi seseorang, yaitu kemampuan individu dan pemahaman

tentang perilaku untuk mencapai prestasi yang maksimal, disebut presepsi
peranan. Dimana diantara motivasi, kemampuan dan presepsi peranan
merupakan satu kesatun yang saling berinteraksi.

Motivasi dapat juga disebut dengan istilah kebutuhan, desakan, keinginan,
atau dorongan, yang semuanya ini mempunyai pengertian yang sama yaitu
sebagai suatu keadaan yang ada pada diri seseorang yang mendorong untuk
melakukan suatu kegiatan guna mencapai keinginan atau tujuan. Dorongan
ini biasanya diwujudkan dalam bentuk perilaku.

Pandangan motivasi dalam organisasi ini dapat dilihat dari tiga jenis teori
motivasi yang ada, yaitu model tradisional, model hubungan, manusiawi dan
model sumber daya manusiawi.

Model Tradisional

Tidak lepas dari teori manajemen ilmiah yang dikemukakan oleh
Fredrich Winslow Taylor. Model ini mengisyaratkan bagaimana
manajer menentukan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan
dengan system pengupahan insentif untuk memacu para pekerja
agar memberikan produktivitas tinggi.

o

Teori produktivitas memandang bahwa tenaga kerja pada
umumnya malas, dan hanya dapat dimotivadi dengan
memberikan penghargaan dalam ujud materi. Pendekatan ini
cukup efektif dalam banyak situasi sejalan dengan peningkatan
efisiensi. Disini pemutusan hubungan kerja sudah merupakan
suatu kebiasaan dan para pekerja akan mencari jaminan daripada
hanya kenaikan upah kecil dan sementara.

o

Model Hubungan Manusiawi

Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusiawi lainnya
menemukan bahwa kontak-kontak social karyawan pada
pekerjaannya adalah penting, kebosanan dan tugas yang rutin
merupakan pengurang dari motivasi. Untuk itu, para karyawan
perlu dimotivasi melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan social
dan membuat mereka berguna dan penting dalam organisasi.

o

Para karyawan diberikan kebebasan membuat keputusan
sendiri dalam pekerjaannya, untuk para pekerja indormal perlu
mendapat perhatian yang lebih besar. Lebih banyak informasi
disediakan untuk karyawab tentang perhatian manajer dan
operasi organisasi.

o

Model Sumber Daya Manusia

McGregor, Maslow, Argyris dan Likert mengkritik model
hubungan manusiawi bahwa seorang bawahan tidak hanya
dimotivasi dengan memberikan uang atau keinginan untuk
mencapai kepuasan, tapi juga kebutuhan untuk berprestasi dan
memperolah pekerjaan yang berarti, dalam arti lebih menyukai
pemenuhan kepuasan dari suatu prestasi kerja yang baik, diberi
tanggung jawab yang lebih besar, untuk pembuatan keputusan
dan pelaksanaan tugas.

o

C,

Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak
menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam
konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang
motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan
pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan
upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang. Dalam konteks studi
psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk
memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator,
diantaranya:
(1) durasi kegiatan; (2) frekuensi kegiatan; (3) persistensi pada kegiatan; (4)
ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan
kesulitan; (5) devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan; (6) tingkat
aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan; (7) tingkat
kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang
dilakukan; (8) arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
Untuk memahami tentang
motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara
lain : (1) teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland

Teori-teori Motivasi

(Teori Kebutuhan Berprestasi); (3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori
Herzberg (Teori Dua Faktor); (5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan;
(7) Teori Victor H. Vroom (teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi
Perilaku; dan (9) teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari
berbagai sumber : Winardi, 2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo
Gitosudarmo dan Agus Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).

1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)

Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow
pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat
atau hierarki kebutuhan, yaitu :
(1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus,
istirahat dan sex
(2) kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan
intelektual
(3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
(4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya
tercermin dalam berbagai simbol-simbol status dan
(5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi
seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya
sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.

Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua
(keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang
lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari
cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa
sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan
yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas
bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat
pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.

Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya
organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin
mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan
organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan
dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut

terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan
oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara
analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga
berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan
seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan
manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan
tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama
yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan
diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula
seterusnya.

Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan
manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan
hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman
menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia
berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik,
seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa
dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila
berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan
sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :

Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul
lagi di waktu yang akan datang;

Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik,
bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif
dalam pemuasannya.

Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam
arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat
berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.

Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak lebih
bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan
berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.

2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)

Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai
prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi
berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-
obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat
mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi
kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak
untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain.
Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”

Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi
(high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk
mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka
sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan
(3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.

3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)

Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG”
dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E
= Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan)

Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal
penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau
model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence”
dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori
Maslow; “ Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan
keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna
sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer
menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan
pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut
akan tampak bahwa :

Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula
keinginan untuk memuaskannya;

Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin
besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;

Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih
tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang
lebih mendasar.

Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh
manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat
menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain
memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.

4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)

Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi
penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya
dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional
dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.

Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang
mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber
dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.

Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor motivasional
antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan
bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status
seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan
yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi
dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah
memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat
dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang

bersifat ekstrinsik

5. Teori Keadilan

Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia
terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat
bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila
seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu :

Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau

Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.

Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang
menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :

Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima
berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat
pekerjaan dan pengalamannya;

Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi
dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;

Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan
yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;

Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan
jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai

Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini berarti bahwa
para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu waspada
jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan para
pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi,
sering terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para
pegawai berbuat kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing,
pemogokan atau bahkan perpindahan pegawai ke organisasi lain.

pegawai

biasanya

6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)

Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan
memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan

mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi
dan rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model
instruktif tentang penetapan tujuan.

7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )

Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And
Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori
Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang
ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya
terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya
mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat
sederhana, teori harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan
sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang
bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang
diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.

Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber
daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena
penekanan tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai
dalam menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-
cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini
dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai
tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara
untuk memperolehnya.

8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku

Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di
muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan
pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan
berarti sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi
tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan
diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai
konsekwensi ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai

faktor di luar diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah
perilaku.

Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan “hukum
pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi
perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan
mengelakkan perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya
konsekwensi yang merugikan.

Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik yang mampu
menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik tersebut
mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada kenaikan
gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi
perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih
teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya
dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin
bertambah, yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif
lagi di kemudian hari.

Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang terlambat berulangkali
mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai ancaman akan dikenakan
sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan sanksi sebagi
konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada modifikasi
perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk
modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia
yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh
dengan “gaya” yang manusiawi pula.

9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.

Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu model
motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan
menemukan sistem motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai
kelebihan model-model tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat
kesepakan di kalangan para pakar bahwa model tersebut ialah apa yang
tercakup dalam teori yang mengaitkan imbalan dengan prestasi seseorang
individu .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar